Saturday 30 November 2013

Untukmu Pianis


Aku tak tau harus memulainya dari mana. Ini begitu cepat terjadi. Mengenalmu adalah sebuah moment yang indah buat aku. Kamu pria sederhana, tidak mementingkan penampilan lebih tepatnya kamu bertipe pria cuek, selalu mengenakan kupluk yang terlihat begitu aneh di mataku, tatapanmu yang begitu tajam dan seyumanmu yang manis. Aaahh, rasanya aneh jika aku membayangkan pertama kali kita berkenalan sampai akhirnya aku memperhatikanmu lebih dalam.
Masih ingatkah kamu mas, pertama kali kita kenal? Mana mungkin kamu ingat mas, bukankah kamu mempunyai sifat cuek? Pastinya ini pertanyaaan yang  bodoh buatmu dan pertanyaan yang tak butuh di jawab oleh pria sepertimu. Awalnya aku tak mengira candaan yang memang benar hanya untuk candaan biasa menjadi awal dimana aku terus mengingatmu.
Hey, pianis bagaimana kabarmu?  Masihkah kau mempertahankan sifat cuekmu itu hingga sekarang? Semuanya berlalu dengan cepat, tanpa terasa aku merindukanmu sangat. Begitu banyak perbedaan saat ini. Kita hampir tidak pernah ketemu padahal kita satu kampus. Dulu, biasanya jam istirahat kita selalu makan bareng dengan teman yang lainnya, sekarang? Dulu, disaat jam pulang kampus awal kita selalu jalan-jalan bareng dengan yang lainnya, sekarang? Walaupun pernah bertemu itu hanya sepintas, tak ada percakapan yang begitu lama. Bagaimana aku tak merindukan semua itu? Terlebih lagi disaat kamu memainkan instrument-mu rasanya mata ini dan telinga ini hanya ingin melihatmu seorang serta hanya ingin mendengarkan sebuah lantunan instrumen dari hatimu itu.
Tapi aku harus menerima semua kenyataan itu, bahwa kamu tak ada lagi untukku dan tak ada lagi moment indah itu semua. Mungkin memang benar, apa yang mereka bilang bahwa aku harus mengakhirinya sebelum aku terjatuh nantinya. Tak bisakah kamu menyadari semua sikapku? Tak bisakah sifatmu itu diubah untuk aku seorang? Aah, tapi itu gak mungkin. Mustahil seorang pria sepertimu melakukannya. Mungkin senderan bahu di Kereta dan Bioskop hany a menjadi saksi bisu  bahwa tak ada yang spesial diantara kita. Bahkan pulau yang pernah kita kunjungi bersama menjadi saksi pula kebersamaan kita hanyalah hembusan angin malam yang sangat pilu.
Jangan tanya kenapa, aku bisa mengingatmu dan memperhatikanmu sedalam itu. Jangan tanya kenapa, yang seharusnya candaan biasa bisa membuat candaan itu luar biasa di mataku. Jangan tanya kenapa, aku bisa frontal untuk mengucap “aku kangen”. Jangan tanya kenapa, aku bisa memberanikan diri untuk berbuat seperti itu semuanya. Jangan. Karena aku pun tak tau kenapa itu bisa terjadi.

No comments:

Post a Comment