Aku
menulis ini dengan kesadaranku bahwa aku tak akan mengubah apapun. Bahkan aku
menulis inipun kau tetap sama. Tidak ada yang berubah kita sama-sama memendam
sesuatu. Sebut saja itu gengsi. Apa aku salah? Apa hanya aku saja yang
berfikiran seperti ini? Ketidakpekaanmu membawa aku terhenti sesaat.
Ketidakpekaanmu mengajarkan aku untuk memutar otak seratus kali lipat.
Dan ketidakpekaanmu membuat setiap ucapan yang keluar dari mulutmu selalu saja
menyambar ke hati ini. Hati yang sudah tertulis namamu tapi malah kau apus
begitu saja.
Ketika
aku mengucapkan “udah jadian deh kalian”, bukan itu yang aku ingin ucapkan.
Akupun harus menghela nafas ketika mengucapkannya. Hanya saja aku ingin tau apakah
kamu menyukai dia? Ketika kamu ingin makan didepan dia, ketika kamu tiba-tiba
duduk disebelah dia dan kamupun tertawa lepas dengan dia, tak salah bukan
ketika aku berfikiran seperti ini? Aku hanya pura-pura tersenyum ketika
mengucapkannya. Aku hanya mengganti topik ketika orang lain berbicara tentang
kita. karna aku tau pasti kau tak suka itu.
Aku
tau kamu tak ingin orang lain mengetahuinya. Mengetahui moment yang indah
buatku tetapi hal biasa menurutmu. Aku memang pantas dijadikan bayang-bayang.
Aku memang pantas hanya kau tampilkan di belakang panggung. Karna itulah, aku
tak punya keberanian lagi untuk berada di depan kamu ketika makan bareng. Aku
tak punya keberanian lagi merangkul tanganku ke lenganmu. Aku tak punya
keberanian lagi untuk berada di sampingmu ketika film mulai diputarkan. Aku tak
punya keberanian lagi untuk menyenderkan kepala ini di bahumu. Aku tak punya
keberanian lagi untuk membuatmu tertawa karna kau lebih tertawa lepas
dengannya. Aku tak punya keberanian lagi. Aku hanya memperhatikanmu dari sudut
jauh yang tak akan bisa kamu lihat.
Bolehkah
aku jujur? Ketika aku memperdulikanmu sedalam itu aku menyadari kau mengubah
segalanya. Pria yang harus menjaga tampilannya. Pria yang harus rapi; tak suka
dengan rambut yang gondrong. Pria yang harus perhatian. Pria yang harus peduli.
Pria yang selalu ada ketika aku membutuhkannya walaupun dengan alat komunikasi.
Kira-kira begitu pria yang aku idamkan. Tetapi kau mengubah segalanya hingga
180 derajat. Aku menyukaimu tanpa mengingat kriteria pria itu. Aku nyaman
dengan penampilanmu yang seperti ini. Aku sudah terbiasa dengan sifatmu yang
tak pernah perhatian dan peduli.
Tapi
aku tak mengubah apapun didalam hidupmu. Iya, aku sadar bukan tipe wanita yang
termasuk ke dalam kriteriamu. Aku sadar aku tak cantik. Aku sadar aku tak
pintar. Aku sadar aku tak pendiam. Aku sadar fisikku bukan seperti wanita
kelasanmu. Dan aku sadar aku tak bisa memainkan musikmu. Jelas bukan? aku hanya
mengharapkan seseorang yang tak berbalik arah padaku. Bahkan aku tak pernah
ingin dijadikan jalan pulang--